|
PROFIL KETUA KPPI Franciska Simanjuntak. yang akrab disapa Ibu Cika, lahir di Jakarta pada tanggal 28 Juni 1979 dilantik sebagai Ketua KPPI pada tanggal 11 Desember 2023 oleh Menteri Perdagangan. Sebelum dilantik, ia menjabat sebagai Negosiator Perdagangan Ahli Madya / Koordinator Bidang Kepatuhan dan Transparansi pada Direktorat Perundingan Organisasi Perdagangan Dunia, Kementerian Perdagangan periode 2020 – Nov 2023. Pendidikan
Dari
segi pendidikan, Ibu Franciska Simanjuntak menempuh pendidikan di Fakultas
Hukum, Universitas
Indonesia dan kemudian melanjutkan kembali pendidikan sebagai Master Sains
Ekonomi dari Magister
Ekonomi Universitas Indonesia.
Awal Karir Bekerja
Ibu
Franciska Simanjuntak berawal bekerja di Kementerian Perdagangan pada tahun
2005, dengan
pengalamannya beliau di perdagangan internasional yaitu salah satunya dilantik
sebagai Atase
Perdagangan Indonesia pada Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan
Organisasi
Internasional Lainnya, di Jenewa Swiss.
|
PROFIL WAKIL KETUA KPPI
Pendidikan
Awal Karir Bekerja
|
|
PROFIL KPPI KPPI
didirikan pada tahun 2003 melalui SK Menperindag No. 84/MPP/Kep/2/2003 tanggal
17 Februari 2003.
SK ini merupakan tindak lanjut dari Keppres No. 84 Tahun 2002 tanggal 16
Desember 2002 tentang
Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor. Komite
Pengamanan
Perdagangan Indonesia (KPPI) adalah sebuah komite yang bertugas melaksanakan
penyelidikan dalam
rangka Tindakan Pengamanan atas Permohonan Tindakan Pengamanan (Safeguards)
terhadap produsen
dalam negeri yang menderita kerugian serius dan/atau mengalami ancaman
terjadinya kerugian
serius, dari akibat melonjaknya impor barang sejenis atau barang yang secara
langsung bersaing
dengan barang produsen dalam negeri.
Setelah
berakhirnya Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang menghasilkan Persetujuan Umum
mengenai Tarif
dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade/GATT) 1994 dan
terbentuknya WTO, pasar
dunia cenderung semakin terbuka dan semakin bebas hambatan. Kecenderungan ini
adalah fenomena
yang tidak dapat dihindari, karena setiap negara yang melakukan kegiatan
perdagangan
internasional menghendaki pasar dunia yang terbuka bagi produk-produk ekspornya
masing-masing.
Oleh karena itu setiap hambatan perdagangan,baik tarif maupun non tarif
diupayakan untuk
dikurangi atau dihapuskan melalui perjanjian bilateral, regional maupun
multilateral.
Berdasarkan
perjanjian Safeguards dalam rangka World Trade Organization (WTO), suatu negara
diijinkan untuk
mengambil Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) guna melindungi produsen
dalam negerinya
yang mengalami kerugian yang disebabkan oleh lonjakan impor. Sebelum
Tindakan Pengamanan Perdagangan dilakukan, melalui suatu penyelidikan, suatu
negara wajib untuk
membuktikan bahwa lonjakan impor merupakan penyebab kerugian produsen dalam
negeri. Di
Indonesia, otoritas yang bertugas melakukan penyelidikan adalah Komite
Pengamanan Perdagangan
Indonesia (KPPI).
Dasar hukum penyelidikan tindakan pengamanan (safeguard
measures) yaitu
Agreement on Safeguard, WTO; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan Perdagangan;
Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization,
Pasal 13 ayat (1)
poin a; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; dan Keputusan Presiden
Nomor 84 Tahun
2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri dari Akibat Lonjakan Impor.
KPPI dibentuk berdasarkan Keppres No. 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor. Keppres tersebut ditetapkan dengan dasar pertimbangan bahwa pelaksanaan komitmen liberalisasi perdagangan dalam kerangka Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) melalui penurunan tarif dan 70 penghapusan hambatan bukan tarif, dapat menimbulkan lonjakan impor yang mengakibatkan kerugian serius dan atau ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Kerugian serius dan atau ancaman kerugian serius sebagaimana dimaksud dapat dicegah dengan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tindakan pengamanan sehingga industri yang mengalami kerugian dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian struktural yang dibenarkan secara hukum berdasarkan ketentuan Agreement on Safeguards sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World trade Organization. |